Opini  

Cerita Anak Transmigran: Hidup Adalah Pilihan

Amsiqul Maarif, ST.,MM

Oleh: Amsiqul Maarif, ST.,MM

 

Perkenalkan. Saya Arif, lahir tahun 1978. Generasi ke-2, anak Transmigran penempatan tahun 1977 di UPT Wonua Raya. Dulu Kabupaten Kendari. Sekarang Kab. Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Saya dapat pelajaran dan hikmah menjadi anak transmigran. Hidup begitu warna warni, liku-liku perjuangan. Saya yakin, semua anak transmigran mengalami hal yang saya alami. Pengalaman itu kelak tertanam dan terpatri sebagai bekal menghadapi hidup di dunia nyata.

Rutinitas sebagai anak transmigran, pulang sekolah (SD) membantu orang tua. Mencari rumput (ngarit) atau angon sapi dengan rombongan tetangga lainnya. Saat itu lokasinya sekitar masih hutan. Jika malam terdengar suara binatang hutan. Ada suara burung dan suara kelelawar makan buah.

Tahun 1990 tamat SDN INPRES WONUA RAYA. Saya bertekad melanjutkan SMP ke Jawa. Tetapi bagaimana dalam keadaan terbatas ini? Bisakah orang tua mengirim uang setiap bulan? Alhamdulillah. Ada kemauan, ada jalan. Berbekal Nilai Ebtanas Murni (NEM) & Ijazah SD, Bismillah berangkat. Naik kapal laut dititipkan temannya Bapak yang kebetulan mau sambang ke Jawa (Lamongan). Saat itu (1990), tarif tiket dari Kendari ke Surabaya Rp. 37.600.

Musibah tak bisa dicegah, untung tak bisa dibendung. Subhanallah. Saya kecopetan. Akibat kurang waspada. Dikira semua orang baik. Isi dompet Rp 75.000 raib. Sedih. Tapi, lagi-lagi ada orang baik menolong. Hingga saya sampai tujuan. Rumah Si Mbah. Desa Brangsih, Solokuro, Lamongan.

Saya diterima di SMP 1 Gresik. Bekal NEM tertinggi disekolahku, ternyata terendah di SMP 1 Gresik. Mengapa bisa diterima? Bahkan dapat beasiswa pula. Bukan karena prestasi, tetapi saya masuk golongan siswa tidak mampu bin miskin.

Tahun 1993 tamat SMP.  Alhamdulillah, bisa masuk SMA 1 GRESIK. Ini tergolong sekolah favorit. Juara sekolah se kabuoaten. Lagi-lagi, saya bisa masuk bukan karena NEM tertinggi, tetapi karena golongan tidak mampu. Ternyata ada untungnya juga. Hehe.

Di SMA ini sebagian besar muridnya anak orang kaya. Teman-temanku juga anak-anak pintar. Sehingga saya turut termotivasi. Di sekolah ini saya dapat beasiswa lagi. Bukan karena bintang sekolah, tetapi masuk kelompok orang susah.

Gresik ternyata kota santri. Maka, semasa SMA saya belajar Ilmu Agama di Pondok Pesantren Hidayat Turrohman. Diasuh oleh KH. Nurhisyam. Sambil mengaji, tahun 1996 sekolah di SMA tammat. Jurusan A1 (IPA FISIKA).

Berbekal semangat, saya daftar kuliah. Alhamdulillah, diterima di Fsayaltas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Tapi baru 4 semester terpaksa drop. Divonis sakit typus, harus istirahat 6 bulan. Mungkin selalu begadang, kurang istirahat, dan makan tidak bergizi. Niat jadi dokter terkubur.

Tahun 1998, setelah sembuh ikut UMPTN lagi. Alhamdulillah diterima di Jurusan Teknik Sipil Fsayaltas Teknik UNHAS, Makassar. Saat tahun pertama saya mulai aktif mengajar. Baik di sekolah maupun di lembaga pendidikan (tentor), dan juga jadi asisten Dosen. Ingin menambah pengalaman dan penghasilan.

Semasa kuliah saya aktif dalam organisasi kemahasiswaan.  Zaman Reformasi menjadi aktivis parlemen jalanan. Walaupun menjadi aktivis, belajar tidak tertinggal.  Buktinya, studi S-1 hanya 3.5 tahun, dan yudisiumku predikat Cumlaude. Padahal umumnya S1 fsayaltas teknik rata-rata 5 tahun.

Karena nilai bagus itu, saya dapat beasiswa dari perusahaan Nasional. Sehingga setelah lulus tidak perlu melamar kerja. Lulus langsung bekerja. Selama saya kuliah tidak pernah minta uang dari orang tua. Walau belum bisa membantu, paling tidak saya mengurangi beban orang tua di kampung (kimtrans).

Selama bekerja di perusahaan saya berusaha menjadi karyawan terbaik. Sebagai insinyur teknik junior perlu banyak belajar. Agar mendapatkan pengsayaan profesi keahlian. Sertifikasi keahlian mulai dari tenaga ahli muda, tenaga ahli madya, dan tenaga ahli utama. Banyak suka dan duka menjadi seorang pekerja profesional.

Suatu hari, saya ikut seminar. Ada pembelajaran baru. Untuk berhasil, harus bisa menjadi perhatian. Tampil beda. Itu seperti analogi ikan. Hanya ikan hidup yang selalu melawan arus. Sebaliknya, ikan mati dan bangkai akan ikut terbawa arus.

Tahun 2004 saya lulus sebagai Magister Management. Cumlaude lagi. Alhamdulillah. Tak lama dapat kesempatan melanjutkan beasiswa program DOKTORAL di Melborn University. Ternyata perusahaan tak mengizinkan. Pilihan sulit. Dengan sangat menyesal terpaksa membatalkan kesempatan beasiswa itu. Saya yakin, HIDUP, MATI, JODOH, REZKI adalah ketetapan Allah.

Karier di perusahaan, saya menjadi GM (General Manager).  Ini bisa menjadi bekal BERDIKARI (Berdiri di atas kaki sendiri). Walau itu tidak mudah.  Tahun 2006 Bismillah, saya mendirikan Perusahaan bersama teman kuliah.

Pekerjaan pertama peruasahaan baru itu membuat drainase, resapan, parkiran, dan taman di Bandara Hasanuddin Makassar. Nilainya Rp 2,4 Miliar. Modal belum punya. Pemberi pekerjaan (PT. Angkasa Pura) minta jaminan minimal 30% dari nilai pagu. Tapi Alhamdulillah, selalu ada jalan. Rezki tidak akan tertukar. Ibarat bayangan. Dikejar dia lari. Kita diam, dia juga diam. Kita menjauh, kadang dia yang mendekat. Saya ingat dawuhnya Pak kiyai saat mesantren.

Kini saya mengelola 2 (dua) perusahaan yang berbeda bidang usaha. Yaitu  CV. Pestindo Antropoda Utama, dan PT. Arjuna Dwi Perkasa.

Mohon maaf kalau kisah ini cukup panjang. Mungkin masih banyak kisah yang lebih bagus dan layak dicontoh dari anggota PATRI lainnya. Sebaik-baik guru adalah pengalaman, sebaik-baik pelajaran adalah kisah hidup kita.

#CeritaAnakTransmigran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *