Tawuran pelajar di Kota Jambi, khususnya insiden di depan SMA 6, mendorong pasangan calon walikota Maulana-Diza untuk mengajukan program komprehensif guna menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi muda.
Program andalan mereka, “Rumah Milenial” dan “Kampung Bahagia,” dirancang untuk mengalihkan energi anak muda ke arah yang lebih positif. “Rumah Milenial” dibayangkan sebagai pusat kegiatan multifungsi, menyediakan fasilitas untuk pengembangan bakat dan kreativitas di bidang seni, teknologi, kewirausahaan, dan olahraga.
Sementara itu, “Kampung Bahagia” akan menjadi area terpadu yang dilengkapi dengan lapangan olahraga, ruang hijau, dan fasilitas sosial, menciptakan ruang publik yang mendukung interaksi positif antar remaja.
Keberhasilan program ini, bagaimanapun, bukan sekadar janji politik. Realitas di lapangan menunjukkan tantangan yang signifikan. Meskipun kemenangan telak Maulana-Diza membawa optimisme, keberhasilan program bergantung pada beberapa faktor krusial.
Pertama, alokasi anggaran yang memadai sangat penting untuk membangun dan memelihara fasilitas yang dibutuhkan. Kedua, dukungan penuh dari masyarakat, baik secara moril maupun partisipatif, menjadi kunci keberlanjutan program. Ketiga, konsistensi dalam implementasi program, mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi, harus dijamin agar program tidak menjadi proyek jangka pendek yang sia-sia.
Sebuah analisis lebih dalam menunjukkan bahwa tingkat kebebasan sipil di Jambi, sebagaimana tercermin dalam penurunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada variabel kebebasan berkumpul dan berserikat, dapat menghambat efektivitas program.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan penurunan yang signifikan, mengindikasikan potensi kendala dalam partisipasi masyarakat. Jika kebebasan berkumpul dan berserikat terbatas, keterlibatan aktif komunitas dan organisasi pemuda dalam perencanaan dan pengelolaan “Kampung Bahagia,” misalnya, akan terhambat.
Hal ini dapat mengurangi rasa kepemilikan dan mengurangi efektivitas program dalam jangka panjang. Oleh karena itu, suksesnya “Rumah Milenial” dan “Kampung Bahagia” tidak hanya bergantung pada kualitas program itu sendiri, tetapi juga pada lingkungan sosial-politik yang kondusif.
Pemerintah daerah perlu secara proaktif meningkatkan kebebasan sipil dan mendorong partisipasi aktif masyarakat melalui dialog terbuka dengan berbagai pemangku kepentingan.
Melibatkan organisasi pemuda, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program akan menciptakan rasa memiliki dan memastikan keberlanjutannya.
Dengan demikian, meskipun program ini menawarkan solusi yang menjanjikan, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kebebasan dan partisipasi masyarakat. Tanpa itu, program ini berisiko menjadi solusi yang tidak efektif dalam mengatasi masalah tawuran pelajar di Kota Jambi. (*)