Benanusa.com, Jambi – Aneh tapi nyata. Begitulah kesan yang muncul ketika mengetahui praktik nakal pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT DJambi Waras Jujuhan yang terletak di Jl. Lintas Sumatera KM 54, Jujuhan, Sirih Sekapur, Muara Bungo, Jambi.
Bayangkan, alur aliran sungai Sungai Tukum – anak sungai Batang Jujuhan yang dimana pada tahun 2008 masih melenggak-lenggok di sekitar gedung perusahaan. Namun, 13 tahun kemudian tepatnya pada 2021, bentang alam sungai itu disulap habis oleh PT Djambi Waras Jujuhan.
Hasil penelusuran awak media, informasi serta data yang berhasil dihimpun. Perusahaan yang bergerak di bidang produsen karet remah (crumb rubber) yang merupakan anak usaha dari Kirana Megatara Group itu sebelumnya merubah bentang alam sungai Tukum yang berada dekat PT Djambi Waras Jujuhan, Bungo.
Sumber awak media yang meminta identitasnya untuk dirahasiakan mengungkap aliran sungai Tukum dipotong oleh PT Djambi Waras Jujuhan sepanjang 750 meter dengan lebar mencapai 8-10 meter dengan tujuan hilir sungai langsung ke Sungai Batang Jujuhan.
Hal tersebut diduga dilakukan oleh perusahaan sebab perusahaan kala itu hendak menambah gedung-gedung baru. Namun aksi perusahaan dalam merubah bentang alam tersebut diduga dilakukan tanpa disertai legalitas hukum.
Informasi yang diperoleh tim awak media, tepatnya pada 29 Juli 2021 instansi pemerintah dari Kementerian PUPR menyurati PT Djambi Waras perihal penolakan pemindahan aliran/jalur Sungai Tukum.
Baca Juga: Sakti! Perusahaan Ini Diduga Pindahkan Aliran Sungai, 14 Tahun Tak Ketahuan
Namun, meski mendapat penolakan dari pemerintah, aksi ilegal PT Djambi Waras sudah terlanjur merusak aliran sungai serta merubah bentang alam. Dan hingga saat ini aliran Sungai Tukum sudah sesuai dengan kehendak PT Djambi Waras.
Terkait persoalan tersebut, tim media yang mengkonfirmasi kepada instansi pemerintah terkait yakni Balai Wilayah Sungai Sumatera IV soal sanksi hukum bagi pelaku atau badan usaha yang secara ilegal melakukan pemindahan alur sungai sebelum memiliki izin atau persetujuan.
Kepala BWSS IV, Gatut Bayuadji menyampaikan dalam keterangan tertulisnya bahwa peraturan yang mengatur tentang kegiatan pemanfaatan dan pengalihan alir sungai yang dilakukan oleh para pelaku usaha sebelum memiliki izin atau persetujuan, telah diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan.
Yaitu peraturan Menteri PUPR No 03/PRT/M/2023 tengang Penataan Perizinan dan Persetujuan Bidang Sumber Daya Air. termasuk pengaturan tentang sangsi-sangsinya baik berupa denda administratif, perbaikan sumber daya air atau bahkan sampai dengan pembongkaran.
“Apabila para pelaku usaha tersebut tidak mematuhi kewajibannya sampai dengan batas akhir waktu tersebut maka akan dikenakan sanksi pidana, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 68 s/d 74 UU No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,” kata Kepala BWSS IV Gatut Bayuadji, dalam keterangan tertulisnya, 22 Mei 2023.
Secara umum, adapun ketentuan yang terdapat dalam pasal 68 s/d 74 No 17 tahun 2019 tentang SDA. Ditegaskan bahwa perbuatan yang dengan sengaja maupun karena kelalaian dalam merusak SDA dapat berakibat pidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 6 tahun serta pidana denda paling sedikit 5 Milliar Rupiah dan paling banyak 15 Milliar Rupiah.
Sementara, bagi pelaku badan usaha, dimulai dari badan usahannya sendiri, pemberi perintah hingga pimpinan badan usaha terkait. Semuanya dapat dikenai pidana baik sebagaimana tertera dalam pasal 68 s/d 74 UU No 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Pihak Perusahaan Tidak Merespons
Sementara itu, Nursadono selaku Direktur PT Djambi Waras, Jujuhan, Bungo dikonfirmasi terkait persoalan ini. Tidak merespon. Ia memilih untuk bungkam saat dikonfirmasi awak media 22 Juni 2023.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh bos Kirana Megantara Group Efendi. Seakan bukan masalah besar dan merasa tak perlu direspon. Efendi hanya mengabaikan pesan konfirmasi awak media saat dikonfirmasi pada tanggal yang sama.
Dan saat ini, tim awak media masih berupaya untuk mengonfirmasi persoalan ini kepada aparat penegak hukum terkait.