Batubara, Kepentingan Rakyat atau Kapitalis?

Oleh: Gilang*

TIADA kata henti henti dinamika pergolakan publik akan eksploitasi maupun mobilisasi batu bara di Provinsi Jambi. Pergolakan ini terjadi baik pada masyarakat disekitar tambang, jalur mobilisasi angkutan batubara dari Sarulangun, Batanghari sampai dengan di Kota Jambi hingga pelabuhan Talang duku di Muaro Jambi yang juga diduga masuk Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muaro Jambi.

Akar masalahnya adalah Obesitas angkutan batubara yang tak terkendali. Catatan saya, beberapa bulan yang lalu sekurangnya-kurangnya terdapat 5000 lebih truk angkutan batu bara. Namun hari ini angkutan Batu Bara telah mencapai angka sekitar 12.000.

Peningkatan jumlah armada dari 5000 sampai dengan 12.000 itu terjadi pada saat pemerintah mengundang Mahasiswa, Penegak Hukum, Pemilik Tambang dan unsur Pemerintah lainya Dirumah dinas Gubernur Jambi, apa yang dibicarakan dan realitas di lapangan tentu tidak koheren dan sangat paradoks.

12.000 adalah Angka yang fantastik, dengan kapasitas volume dan ruas jalan yang tidak sesuai. Faktanya angkutan batu bara menguasai lebih 90% ruas jalan, menyingkirkan pengguna jalan lainnya dari berbagai kepentingan para pengguna jalan.

Tidak berhenti disitu, bahkan mobilitas batu bara juga sudah berkali-kali menelan korban nyawa, tak sedikit lakalantas yang disebabkan oleh operasional truk batu bara. Hal ini mengakibatkan hambatan lalu lintas yang sangat kronis, sehingga tidak jarang terjadi keributan antar pengguna Jalan, saya menyaksikan langsung peristiwa demikian.

Karna hampir semua ruas jalan dikuasai oleh mobilisasi angkutan batu bara. Tidak hanya over kapasitas dalam berlalulintas namun dalam segi lingkungan juga menjadi masalah baru seperti pencemaran udara dari hasil pembakanran yang dikeluarkan oleh truck batu bara semacam polusi udara yang menganggu kesehatan masyarakat.

Jalan yang dilalui mobilitas batu bara saat ini tentu diperuntukan bukan pada kapasitas volume angkutan yang disiapakan khusus untuk batu bara, tapi lebih kepada penggunaa jalan yang bersifat umum pada kriteria volume kendaraan tertentu. Dengan beban, kecepatan, maupun volume tertentu juga. berapa banyak angkutan yang melintasi jalan tersebut dalam waktu per satu hari?

Tentu ini menjadi ketimpangan yang serius dikemudian hari, jalananan dikapitalisasi oleh mobilitasi batu bara, yang sebelumnya diperuntukan oleh pengguna jalan yang bersifat umum. Hari realitasnya jalanan benar-benar sudah dikapitalisasi oleh mobilasasi batu bara yang konsisten dengan peningkatan jumlah perhari nya.

Hal demikian seharusnya menjadi Perhatian penting bagi Pemerintah Provinsi Jambi, Tokoh masyarakat, akademisi dimasing -masing Universitas yang ada dijambi untuk ikut serta memperhatikan persoalan dinamika sosial terkait persoalan tersebut.

Dari kontemplasi, penela’ahan dan keresahan ditengah hiruk pikuk persoalan ini sangat cukup panjang dan tidak urung tuntas, maka saya sedikit mengambil kesimpulan bahwa Pemerintah terkesan Ambiguitas  dalam mengambil keputusan atau tidak ingin dikatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Gubernur Jambi menunjukan sikap keberpihakan kepada Kapitalis (Pemilik Usaha tambang) dibandingkan kepentingan Masyarakat Jambi pada umumnya.

*Penulis merupakan Ketua BM PAN Kota Jambi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *