Oleh: Wayan Supadno
Presiden Jokowi sering ke luar negeri, salah satunya mencari investor. Agar tercipta lapangan kerja menyerap pengangguran, membayar pajak besar menambah APBN, mencetak devisa, mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan lainnya.
Selaku petani sawit dan Anggota Dewan Pakar (Apkasindo), saya mengapresiasi Menteri Keuangan, yang meniadakan pungutan ekspor oleh BPDPKS sebanyak US $ 200/ton. Sekitar Rp 3 juta/ton CPO ( Rp 3.000/kg TBS). Setara Rp 600/kg TBS jika rendemen 20%.
Kebijakan tersebut akan menambah harga Rp 600/kg TBS. Misal Rp 1.000/kg, jadi Rp 1.600/kg TBS. Masih merugi karena biaya produksi (HPP) Rp 1.800/kg. Itu jika pabrik kelapa sawit (PKS) masih buka. Bagi PKS nya tutup, tiada pengaruh. Kebijakan tersebut belum sesuai harapan.
Neraca Minyak Sawit
Sekarang hingga November musim panen raya. Diprediksi akan panen CPO 5,2 juta ton hingga 31 Agustus 2022. Padahal stok saat ini 7,2 juta ton (Gapki). Total akan 12,4 juta ton hingga 31 Agustus 2022. Lazim konsumsi domestik 1,5 juta ton/bulan. Sisa 10,9 juta ton jika tanpa ekspor.
Lazimnya stok 3 juta ton, karena wajib dipanen tiap 15 hari sekali. Solusinya harus bisa menyerap dari tangki timbun. Diekspor 6,5 juta ton dan dijadikan B35 sebanyak 1,5 juta ton sampai 31 Agustus 2022. Jika formulasi neraca ” tidak ” seperti ini. PKS makin banyak tutup, kebun tidak terpanen makin luas.
Manajemen PPIC Minyak Sawit
PPIC ( Production Planning and Inventory Control ) perangkat tepat mengendalikan situasi ” gawat darurat per hari ” situasi saat ini. Karena menyangkut kelangsungan usaha yang telah dibangun oleh investor massal yaitu petani dan pengusaha PKS, sarana transportasi, alat berat dan seterusnya.
Investor tersebut harus dijaga iklim usahanya agar dinamis produktif. Karena investasinya di sawit dengan modal sangat besar. Hingga kontribusi ke PDB (Produk Domestik Bruto) 3,5% (BPS). Tergolong besar. Tentu memakai dana bank yang butuh dijaga kepercayaannya. Agar tidak macet, bank juga tetap dipercaya oleh masyarakat penabung.
Solusi Praktisnya
1. Pemerintah sebaiknya menahan diri tanpa pajak ekspor (Bea Keluar) juga, yang saat ini bebannya US $ 288/ton. Apalagi DMO DPO sebaiknya dicabut, toh harga di dalam negeri sudah sangat rendah Rp 7.000/kg CPO dan berlimpah.
2. Guna memacu ekspor 6,5 juta ton hingga 31 Agustus. Jadi devisa dan PPN minimal Rp 130 triliun. Tangki timbun jadi kosong, untuk mengisi CPO hasil petani sudah lama menanti PKS nya agar segera buka lagi. Kasihan petani sebagai investor.