Oleh: Entang Sastraadmadja
Ada sebuah suasana yang kerap kali menghantui para petani, mengapa sekarang ini Pemerintah hanya mensubsidi pupuk Urea dan NPK? Untuk menjelaskan nya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyatakan kedua pupuk itu sama-sama bermanfaat bagi tanaman. Kenapa harus urea ? Jawab nya karena urea itu memberi kesuburan. Semua ilmu mengatakan seperti itu. Lalu, kenapa NPK? Sebab, hal itu menjaga buah.
Akar masalah yang dipertanyakan petani, bisa jadi bukan itu. Petani berpikir simpel-simpel saja. Mengapa dari 5 jenis pupuk, kini tinggal 2 yang disubsidi? Apakah yang 3 jenis pupuk tersebut tidak terlampau penting ? Ini yang belum jelas. SYL hanya menjelaskan kebijakan pemerintah yang cuma mensubsidi dua jenis pupuk yakni Urea dan NPK, dari sebelumnya lima jenis. Hal ini merupakan kebijakan yang sudah dirumuskan secara matang dan telah disepakati oleh DPR RI, baik oleh Komisi IV DPR RI maupun Panja Pupuk.
Kebijakan pupuk subsidi hanya pada jenis Urea dan NPK tertuang dalam Peraturan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Permentan tersebut juga mengatur tentang komoditas yang mendapat pupuk bersubsidi dari sebelumnya 70 komoditas pertanian, kini hanya sembilan komoditas yakni padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kakao, tebu, dan kopi.
Komoditas tersebut dipilih lantaran merupakan komoditas pokok dan strategis yang salah satu nya memiliki dampak terhadap laju inflasi. Penting diketahui, dari 9 jenis komoditas diatas, ternyata 3 komoditas yaitu kedele, bawang putih dan tebu tergolong ke dalam defisit pangan. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan masysrakat, kita masih melakukan impor. Arti nya, cukup beralasan jika Pemerintah memberi perlakuan khusus terhadap komoditas seperti itu.
Permentan No. 10 Tahun 2022, seperti nya masih belum terkomunikasikan kepada para petani. Sosialisasi yang dilakukan seperti nya cukup terbatas. Kita tidak tahu secara pasti, mengapa hal ini terjadi. Padahal, para petani sangat membutuhkan info terkait dengan pembatasan subsidi pupuk ini. Pupuk adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh petani. Ditetapkan nya subsidi pupuk hanya untuk NPK dan Urea, jelas akan mengganggu petani dalam mengelola usahatani nya.
Tata Kelola Pupuk Bersubsidi kelihatan nya bakal terus dibenahi menuju kesempurnaan nya. Hal ini identik dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang hampir setiap waktu melakukan bongkar pasang Komisaris dan Direksi BUMN. Persoalan mendasar nya adalah apakah langkah seperti ini bakal menuju ke arah perbaikan yang diharapkan? Jawab nya tegas : mesti nya ya ! Tapi, dalam praktek nya, mengapa seperti yang tidak pernah tuntas? Perubahan kebijakan seperti yang tambal sulam. Tidak mengena kepada apa yang selama ini menjadi akar permasalahannya.
Dari seabreg persoalan yang menyertai kebijakan pupuk bersubsidi, yang nama nya “subsidi” seperti nya sudah menjadi kewajiban yang harus diterima petani. Subsidi pupuk, seolah-olah menjadi hak petani. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mewujudkan nya. Pertanyaan nya, mau sampai kapan “mind-set” ini akan tetap melekat dalam benak para petani ? Inilah hal yang cukup penting untuk dicarikan pemecahan nya. Bayangkan, kalau hal ini belum berubah, tiba-tiba Pemerintah memutus subsidi pupuk, maka bagaimana kecewa nya para petani terhadap Pemerintah?
Permentan 10 Tahun 2022, pada inti nya melakukan pengurangan subsidi, dari 5 jenis pupuk menjadi 2 jenis saja, yaitu Urea dan NPK. Selain itu juga diatur komoditas apa saja yang akan disubsidi Pemerintah. Semula tercatat ada 70 komoditas, kini tinggal 9 komoditas. Kondisi ini, tentu saja membuat para petani bertanya-tanya, ada apa sebetul nya dengan kebijakan pupuk bersubsidi yang saat ini tengah dijalanlan Pemerintah? Apakah Pemerintah sudah memikirkan secara matang, sekira nya para petani kecewa dengan kebijakan pembatasan subsidi pupuk ini?
Kalau para petani kecewa, apakah mereka akan protes dengan melakukan mogok tanam? Tentu, hal ini tidak boleh terjadi. Petani tetap harus menjalankan udahatani nya. Harapan yang dimintakan kepada para petani agar terus berproduksi sekaligus meningkatkan produktivitas hasil pertanian nya, tetap harus menjadi kebijakan utama pembangunan pertanian. Untuk mrwujudkan hal yang demikian, peran para Penyuluh Pertanian, sangatlah dimintakan. Mereka harus mampu memberi penjelasan kepada petani, terkait dengan alasan pokok, mengapa Pemerintah menerapkan pembatasan pupuk bersubsidi.
Bagi petani, pupuk adalah “energi” utama untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Selain pupuk, peningkatan produksi akan dipengaruhi pula oleh ada nya benih/bibit yang bersertifikat. Lalu, sangat dibutuhkan ada nya irigasi yang berkualitas, disamping dibutuhkan pula teknologi pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Yang cukup penting lagi adalah hadir nya para Penyuluh Pertanian yang akan membawa inovasi dan teknologi baru di sektor pertanian. Sebagai guru nya petani, Penyuluh Pertanian harus pro aktif dalam menangkap perubahan. Termasuk yang berkaitan dengan pembatasan subsidi pupuk itu sendiri.
Permentan 10/2022 penting untuk disosialisasikan secara benar kepada para petani. Semangat nya, tentu bukan hanya sampai menyentuh tingkat kesadaran para petani, namun pastinya harus lebih dalam lagi. Dalam teori adopsi untuk memasyarakatkan ide atau hal-hal baru itu membutuhkan 5 tahapan. Mulai tahap sadar, tahap minat, tahap penilaian, tahap percobaan fan tahap penerimaan. Jadi, bagaimana kepiawaian para Penyuluh Pertanian agar esensi Permentan 10/2022 ini sampai kepada petani dan para petani mau menerima nya.
Selain, perlunya sosialisasi yang berkualitas, Permentan 10/2022, juga memberi pesan khusus kepada Pemerintah Daerah, baik Provinsi mau pun Kabupaten/Kota. Pesan ini tentu saja terkait dengan “kerelaan” Pemerintah Daerah agar APBD nya dapat menganggarkan dana pembangunan nya untuk subsidi pupuk. Persoalan nya adalah apakah Pemerintah Daerah bakal menjalankan pesan ysng demikian ? Ini penting dicatat, karena kondisi APBD di Daerah, umum nya sudah cukup kesulitan dalam mendanai pembangunannya.
Namun begitu, pesan Permentan 10/2022 ini tentu saja mengandung makna yang sangat dalam bagi keberpihakan daerah terhadap pembangunan pertanian dan pembangunan petani. Kesan yang selama ini bahwa pertanian merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat, seperti nya sudah harus mulai dirubah. Daerah pun perlu memberikan perhatian yang optimal terhadap pembangunan pertanian. Akibatnya, alokasi APBD untuk pertanian yang rata-rata dibawah 5 %, sudah waktu nya dikaji ulang. Terlebih-lebih bagi daerah yang srlama ini dikenal sebagai produsen hasil pertanian.
Lalu, muncul pertanyaan berapa pantas nya alokasi APBD untuk sektor pertanian ? Kalau untuk pendidikan di patok pada angka 20 % kemudian sektor kesehatan sekitar 10 %, lantas infrastruktur sekitar 10%, maka untuk pertanian apakah tidak perlu disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing ? Rasa nya hal seperti ini butuh pendalaman masalah yang lebih serius. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan muncul nya fenomena untuk meminggirkan sektor pertanian dari pentas pembangunan. Termasuk di beberapa daerah terekam ada nya pengurangan “ruang pertanian: dalam tata ruang daerah yang digunakan untuk kepentingan non pertanian.
Kini pokok masalahnya sudah mulai samar-samar terlihat. Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, kini sudah saat nya direvitalisasi. Berbagai catatan dan harapan dengan diterbitkan nya Permentan 10/2022, kita berharap angin segar kebijakan perpupukan di negeri ini akan semakin memberi aura bagi upaya peningkatan kesejahteraan petani. Tidak sebalik nya, kebijakan pupuk bersubsidi terkini, malah semakin memojokan petani. Semoga.
*Penulis merupakan Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat