Benanusa.com, Jambi – Sampai saat ini persoalan pertambangan batu bara di Provinsi Jambi masih terus-menerus berlangsung, mulai proses pengerukan di mulut tambang hingga proses pengangkutan, semuanya tak luput dari masalah.
Belum lama ini bahkan sejumlah masyarakat Bungo yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Peduli Keadilan dan Hukum (ARPKH) sampai berdemonstrasi ke Mabes Polri terkait operasional salah satu perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Bungo yakni, PT Karya Bungo Pantai Ceria (KPBC).
Dalam press release-nya, mereka meminta kepada Kapolri untuk turun langsung memeriksa dan menangkap petinggi PT Karya Bungo Pantai Ceria (KBPC) yang diduga melakukan praktik tambang batu bara ilegal, praktek mafia tanah, hukum dan penggelapan pajak.
“Minta Mabes Polri segera tindak lanjut tuntutan kami dan segera bentuk tim untuk turun ke Kabupaten Bungo,” kata Marwan Saputra, Koordinator aksi ARPKH belum lama ini.
Sementara itu, Kordinator Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi Jambi, Redo Gusman saat dikonfirmasi awak media terkait persoalan KBPC beserta segudang persoalan tambang batu bara di Provinsi Jambi tak banyak memberi informasi yang diutuhkan. Dengan dalih bahwa saat ini terkait bisnis di sektor tambang lebih banyak kewenangannya yang diatur oleh pusat atau Kementerian ESDM.
“Kalau kami masalah teknik sama lingkungannya saja, yang selama ini dilakukan oleh Dinas di-handle oleh Dirjen Minerba,” kata Redo Gusman, Rabu 5 Oktober 2022.
Secara garis besar, menurut Redo, Kantor Perwakilan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batu Bara Provinsi Jambi hanya diberi 5 kewenangan terhadap fungsi pengawasan di sektor Tambang.
Diantaranya, keselamatan, lingkungan, tehnik, konservasi dan teknologi. Untuk masalah lain berada dibawah kewenangan pusat.
Sementara saat dikonfirmasi mengenai kewajiban perusahaan tambang seperti reklamasi pasca tambang. Dia banyak berkelit. Namun Redo menegaskan bahwa perusahaan tambang tetap punya tanggungjawab untuk melakukan reklamasi.
“Jadi gini, perjalannya agak berbeda gitu pak. Dulu ada Kabupaten, Provinsi. Ini kembali kewenangannya ke Jakarta. Jadi itu kan prosesnya panjang. Tapi yang paling pasti sekarang pimpinan kami, kewajiban mereka baik itu IUP yang sudah dicabut atau tidak. Itu (reklamasi) tetap menjadi tanggung jawab dari perusahaan,” ujarnya.
Namun kembali saat ditanya soal peristiwa masyarakat Bungo yang berdemonstrasi ke Mabes Polri terkait operasional perusahaan tambang PT KBPC, Redo tak mau banyak bicara.
“Iya, itu udah dijawab oleh pimpinan kami dan saya tidak punya kewenangan untuk menjawab itu,” ujarnya.
Kalau di kami, katanya, mengawasi perizinan yang terdata di Minerba dan itu terdaftar juga di MODI dan dia mendapatkan RKAB. Kalau di kami yang terdata di RKAB untuk batu bara sekitar 70 an (IUP).
Satu hal, kata Redo melanjutkan, jadi kewenangan ini (reklamasi) terjadi pada saat corona dan sampai saat ini secara administrasi itu masih di pegang di Jakarta.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut apakah operasional PT KBPC sejauh ini illegal? Menanggapi pertanyaan awak media tersebut, Redo memilih untuk tidak memberi jawaban konkrit.
“Kan udah dicabut izinnya. (Illegal?) Oh ga. Karena mereka dulu punya izin, baru dicabut kan kemaren oleh BKPM dan itu yang lebih berhak menjawab adalah BKPM Jakarta,” ujarnya.
Lebih lanjut Redo mengatakan, dirinya tidak berwenang kalau masalah izin dan prosesnya pun di BKPM bukan di Dirjen Minerba.
“Kami disini pimpinan nyuruh ngawasin, kita awasin. Secara teknis dan lingkungan kita ingatkan kepada perusahaan. Apapun itu yang berkepentingan dengan teknik dengan lingkungannya. Reklamasi tetap kita sampaikan ke perusahaan,” katanya.